Rabu, 04 Desember 2013

MERPATI SAJA KEMBALI KE MERAH PUTIH


                Ada yang berubah di lantai 2 rumah saya. Sebilah bambu yang lumayan panjang dengan bendera merah putih melambai-lambai di ujungnya, berdiri bersandar di tembok lantai 2 rumah saya. Ini bulan Desember. Biasanya bendera akan dipasang di rumah saya ketika mendekati 17 Agustus.
“Pah, kok neng nduwur ono gendero? (Pah, kok di atas ada bendera?),” tanyaku pada papa.
“Dinggo tanda, ben dorone mulih (Untuk tanda, biar burung daranya pulang),” jawan Papa.
Memang beberapa minggu terakhir ini papa dan adik bungsuku gemar memelihara burung dara. Ada beberapa pasang yang dipunyai mereka, dan beberapa pula yang hilang. Hilang karena terbang dan tidak tahu arah jalan pulang *halah... semoga tidak menjadi butiran debu*. Saya pernah mendengar kawan adik saya menyarankan untuk memasang tanda, agar burung dara bisa pulang. Bendera itu adalah tanda yang dimaksudkan
**************
2 minggu lalu saya baru menyelesaikan buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Ada satu bagian yang membuat saya galau. Ketika saya membaca surat Mariam Dela Croix(ejaannya gimana sih ya?) kepada Minke. Mariam ini adalah anak seorang asisten Gubernur Belanda di Surabaya. Sementara itu, Minke adalah pribumi muda yang mengeyam pendidikan ala Eropa di Surabaya. Dalam surat itu, Mariam menyatakan keprihatinannya kepada pribumi yang rendah diri terhadap bangsa kulit putih. Pribumi tidak mau memandang tegak. Masih tulisan Mariam, padahal dia tahu kalau bangsanya yang sudah lama “tinggal” di Hindia merupakan perampok yag berkedok orang yang berilmu dan bertatakrama. Novel karya Pram tersebut berlatar tahun 1880an.
Sekarang tahun 2013, apa yang dituliskan Mariam kepada Minke masih saja terjadi. Akhir November kemarin, komunitasku terlibat even internasional. Kami terlibat dalam tim media. Kami memang baru bergabung diakhir sebelum acara terselenggara, sehingga beberapa panitia tidak mengenal kami. Saya dapat cerita dari kawan ketika evaluasi. Kata kawan saya, ada pembedaan perlakuan dari panitia terhadap peserta lokal dengan peserta luar negri. Panitia terlihat lebih ramah dengan peserta luar negri. Bahkan ketika kawan saya tersebut hendak bertanya untuk kepentingan pemberitaan, dia mendapat jawaban yang kurang menyenangkan.
Indonesia terlalu indah untuk menjadi bangsa yang rendah diri, menurut saya seperti itu. Kita tahu Indonesia itu luas, kaya dengan sumber daya. Untuk keilmuan, sudah sering menjadi juara olimpiade. Kemarin pun ketika saya ikut event internasional, saya bertemu dengan orang no 2 di dunia bagian Marketing, Hermawan Kertajaya. Saya juga yakin masih banyak Hermawan lain di sana.
Ingin rasanya saya menampar orang-orang yang tidak bangga dengan Indonesia, padahal dia bernafas, makan bahkan pup di Indonesia. Setidaknya ketika Indonesia ada lubang disana-sini, tambalah sehingga menjadikan Indonesia yang dapat dibanggakan. Ketika bangga dengan berilmu dan berijasah atau bekerja di luar negri, berbagilah dengan Indonesia yang mungkin kamu bilang tak sepintar negri-negri lain.
Masih dalam surat Mariam kepada Minke. Mariam menuliskan keprihatinannya kepada para priayi, raja dan orang yang berkedudukan yang bersikap sama seperti Belanda kepada Hindia. Mereka bermanis-manis dengan Belanda, tetapi acuh dengan pribumi sebangsanya. Menurut Mariam, seharusnya mereka mampu mengangkat bangsanya. Pribumi terpelajar harus membantu pribumi lainnya yang tidak terpelajar.
Ketika membaca bagian dari surat Mariam tersebut, saya ingat dengan 2 hal. Yang pertama adalah ketika saya kkn dan cerita kkn kawan-kawan saya. KKN identik dengan pembuatan plakat, negcat lapangan, dan perbaikan sarpras yang lain. Yang penting jam terpenuhi. Yang kedua adalah saat ditanya selesai kuliah gimana? Jawaban yang saya ingat adalah “kerja, kalau sudah kaya baru nikah”. Dari dau hal tersebut dilihat, niatnya untuk kepentingan pribadi. Memang tidak salah. Namun setelah membaca surat Mariam, saya jadi tergelitik. Pertama adalah, KKN yang setidaknya merupakan belajar untuk mengabdi dalam masyarakat seharusnya bukan hanya mampu mengerjakan hal-hala kasar tersebut. Masahiswa yang dianggap mahanya para siswa tentu mempunyai keunggulan dibanding yang bukan mahasiswa. Yang kedua adalah bekerja bukan untuk kepentingan pribadi, tapi diniatkan untuk menggunakan ilmu yang didapat untuk mengabdi kepada masyarakat.
Mungkin saya terlihat munafik karena hanya konsep ideal yang saya tawarkan. Tapi saya optimis dengan ini.
*********
Mudah-mudaha burung dara milik papa dan adik saya tidak hilang karena ga tau arah jalan pulang. Bendera merah putih yang berkibar semoga menjadi petunjuk dimana burung-burung itu kembali.
Terakhir, semoga saya diberi kesempatan untuk keliling IndonesiaJ

Sabtu, 31 Agustus 2013

SELAMAT PAGI MENTARI, SELAMAT MALAM REMBULAN

Selamat pagi mentarinya Sabtu 31 Agustus 2013! Hari yang ditunggu dan telah direncanakan. Berbekal setumpuk rindu yang sudah disimpan sejak berhari-hari sebelum hari ini, aku menunggu. Kembali melihat bola mata yang aku lihat berminggu-minggu yang lalu. Aku menunggu hari ini. 

******

Aku benci hari ini. Setelah ku persiapkan rindu untukmu, masih saja ada yang menghalangi. Aku benci jarak.

******

Kepada manusia yang sejak Oktober tahun lalu telah menemaniku, aku mencintaimu. Tak punya kata yang pas untukmu, karena kamu bukanlah sekedar kata. Kamu adalah rinduku. Rindu yang membuatku bertahan dan rindu yang membuatku rapuh.

Aku mengerti kenapa aku membutuhkanmu. Kamu adalah kunci yang bisa membuka kemunafikanku. Sungguh biasa aku bisa berbaik-baik dengan orang, tapi denganmu aku bisa marah. Marah semarah-marahnya hingga aku hanya mampu diam, itu hanya terjadi padamu. Atau bahkan menangis sejadi-jadinya sampai aku hanya bisa terisak, ya itu hanya terjadi padamu.

Aku salut padamu yang mampu menemaniku saat membatu. Menungguku setiap malam walau kamu sering kali tertidur dan ketika kubuka ponsel pagi-pagi ada pesan "maaf ketiduran". Dan menjadi tempatku pulang disaat aku sempoyongan dihantam kenyataan.

******

Aku rindu, aku rindu, aku rindu. Aku menunggu rembulannya 31 Agustus 2013, nanti malam. Semoga aku bisa melihatmu disana.

Selasa, 14 Mei 2013

mimpi...tak bermimpi

Hajuh berdoasa sekali saya yang telah membiarkan blog ini berdebu. Banyak sarang laba-laba, mungkin ada kecoa atau tikus yang sudah beranak-pinak di blogku. Ah kasihan sekali blog ini.

Postingan terakhir tentang sahabat nan jauh di mato. Ah tapi sudahlah itu, kami sudah mengerti tentang kami. Kami berteman, itu bbm kami terakhir. Ah sudahlah, aku ga mau bahas soal itu.

Hmmm..... akhir-akhir ini banyak mimpi yang seolah menjadi janji untuk segera diwujudkan. Bukan lagi menjadi golongan cingkimin, pesmisi dan hanya berteori, sekarang menjadi generasi optimis. Satu-satu mulai mewujudkan mimpi.

Mimpi yang pertama, lulus dari universitas ini. Skripsi dong ya satu-satunya cara. Proposal belum diacc sih sama Sang Maha Kajur (kepala jurusan). Setelah 3 proposal sebelumnya yang ditolak gara-gara penelitiannya kualitatif, kemarin itupun aku ditolak lagi. Duh 4 kali ditolak. Padahal proposal yang kemarin itu penelitiannya sudah diganti dengan kuantitatif, sesuai keinginan Sang Maha Kajur. Dan alasan penolakan yang ini gara subjeknya sedikit, disuruh ganti dengan eksperimen. Dapat bocoran dari beberapa dosen, kalau Sang Maha Kajur ini tidak bisa menerima alasan logis. Ah sudahlah terima nasib, turuti Sang Maha Kajur dulu baru nanti setelah di Dosen Pembimbing Skripsi, ganti judul. Hap... pertanyaannya, kapan mau ngerjain proposal skripisi lagi? Nah itu, rencananya sih kemarin mau ngerjain, mau ke perpus, tapi malesnya minta ampun. Yap... yap.... minggu ini harus bisa lagi. Atau nanti pulang kuliah mampir perpus, siapa tau ada yang bisa jadi inspirasi. Golongan optimis!!!!

Mimpi kedua, jalan-jalan gratis. Ini sudah berjalan. Cuma modal mulut doang dan undangan untuk mengisi diklat. Beberapa bulan ini cuma dalam kota sih, masih DIY. Tapi Juni awal, sudah ke Jawa Tengah. Pelan-pelan lah, masih ada tanggungjawab juga di Jogja. Nah tahun depan, mulai yang jauh-jauh. Yang sudah diangan-angan sih Kalimantan.

Mimpi kedua ini juga berkat dibangunnya komunitas ruang yang masih menjadi embrio. Ya embrionya golongan optimis. Sejak awal embrio itu sudah dikasih makanan biar kelak ketika lahir menjadi sesuatu yang optimis, kuat dan hebat. Komunitas Ruang yang baru di bangun ini bergerak di ranah tulis menulis. Banyak ide yang berkeliaran yang segera ditangkap dan diaktualisasikan. Ketemu dengan orang-orang hebat tentunya. Semoga...Semoga.... Semogaaaaaa........

Mimpi yang ketiga, menjadi jurnalis. Ini sih mimpi lama, yang pelan-pelan ada jalan untuk terwujud. Selagi jalan dengan mimpi yang ke dua, mimpi yang ketiga ini juga mengikuti. Selain itu, belajar di LPM Ekspresi juga menjadi fasilitasnya. Tahun ini menjadi tahun terakhir belajar di sini. Terasa banget perubahannya sejak masuk disini, dan tahun ini dipuasi-puasin belajarnya.

Sekarang ini ulet bulu yang jalannya lambat mulai berubah. Seperti power ranger, semua akan berubah. Yah sekarang ini menajdi golongan optimis tentu. Hihihihih.... nantikan saya ya teman-teman Surabaya, Medan, Bali, Raja Ampat, Thailand, Maladewa dan London. Hap...hap!!!!

Minggu, 27 Januari 2013

RINDU


                Pagi ini tidak seperti biasanya aku bangun pagi. Mungkin ini karena aku tak tidur pagi, seperti beberapa minggu ini. Ya memang tidak seperti biasanya, tidak seperti yang kemarin-kemarin. Keadaan memang sudah berubah.
                Sengaja aku menulis di sini. Bukan di tempat yang seharusnya kamu tahu. Ada perasaan taku jika kamu tahu, ini akan menjadi beban untukmu. Dan sengaja pula aku menuliskan semuanya, bukan merekam atau memvisualisasikan. Ini karena aku tahu kamu tak suka baca. Tapi aku sengaja untuk memposting ini di blogku, karena suatu saat nanti akan menjadi kenangan untuk kita. Ya masih aku sebut kita karena ada harapan kamu akan tahu kalau aku menuliskan kamu di sini.
                Tulisan ini tentang rindu dengan seorang kawan. Rindu yang membangunkanku dari tidur. Rindu yang memaksaku untuk stalking di akun twittermu.
                Aku sekarang sedang menikmati rasa rindu. Jika kamu tak mengerti rasanya, baik akan aku ceritakan. Sesak rasanya di dalam dada ini. Ketika menghirup napas dan udara mulai masuk, aku mulai sadar tak ada tempat yang luas untuk menampungnya. Ketika aku sendiri, hal-hal tentangmu melintas. Lidah kelu untuk menerima makan.
                Siapa kamu yang membuat aku seperti ini?
                Jam-jam segini, biasanya kamu bangun karena jam segini adalah subuh di tempatmu. Sedangkan subuhku sudah jam 4 tadi. Ya kita bukan berada di tempat yang jauh. Ribuan kilo jarak kita. Tapi selagi masih menginjak bumi yang sama dan beratap langit yang sama, aku yakin jarak itu masih bisa ditempuh.
                Kita dipertemukan langsung lewat tangan Tuhan. Aku sama sekali tak mengenal kamu. Tidak ada orang lain yang menghubungkan kita. Bahkan kitapun tak pernah bertemu dalam nyata. Kita mengenal dalam ruang maya. Kita bertemu, merangkai kisah dan akhirnya berpisah.
                Tanggal 5 atau 6 Desember  2012, kita bertemu dalam ruang 140 huruf. Beberapa hari sejak tanggal itu, pola tidurku berubah. Aku yang biasa tidur jam 22.00, lambat laun mulai tidur pagi. Kita bercerita tentang semua hal. Seperti dongeng sebelum tidur atau diary yang bisa menanggapi masalah, aku anggap kita seperti itu dulu.
                Baru bangun kamu rupanya. Minggu, 27 Januari 2013 pukul 6.27, aku membuka akunmu lewat handphone. Kamu kabarkan jika kamu tak tidur jam 3 pagi lagi. Kabar itu memang tak kamu khususkan kepadaku, tapi kepada followermu. Eh tapi aku juga followermu, itu berarti kamu juga memberitahuku. Selamat ya, semoga kamu bisa memperbaiki pola hidupmu. Semoga kamu tak tidur pagi dan tidak terlambat makan.
                Ijinkan aku untuk menceritakan peranmu dalam hidupku. Kamu bisa mencairkan kebekuanku. Kamu yang membuatku bisa bercerita, karena sebelumnya aku enggan untuk berbagi kisah dengan orang lain. Kamu yang bisa membuat aku jujur dan tidak menutupi apapun darimu. Kamu yang bisa menyudutkanku dan membuatku tak bisa memberikan alasan atas kesalahan-kesalahanku. Kamu seperti peganganku, selalu aku iyakan perintahmu. Kamu yang mempercayaiku untuk mengetahui kehidupanmu, keresahanmu dan harapan-harapanmu. Aku menganggapmu sebagai sahabatku.
                7 hari setelah ulang tahunmu, atau 18 hari setelah ulang  tahunku, kamu meminta kita tak seperti dulu. Ini artinya tak ada lagi kisah yang akan dibagi. Katamu, kamu sudah malas denganku, kamu tak mau lagi bergantung denganku. Dan untuk menyapaku, sepertinya kamupun enggan. Kemarin itu, aku beranikan diri untuk menyapamu dulu. Melihat tanggapanmu, akupun tahu keinginanmu.
                Jika bahagia itu tak mengenalku, aku ikhlas. Seperti janjiku dulu, aku akan buat bahagia orang-orang yang aku sayang. Dan kamu adalah orang yang aku sayang. Walau tetap terasa sakit, karena aku melihat kamu tertawa bukan karena aku.Ijinkan aku untuk menikmati rinduku denganmu, menikmati proses yang tak membuatku nyaman.
                Aku tidak berharap kamu seperti aku. Aku tak berharap kamu menganggapku berarti. Aku tak berharap kamu menganggapku sahabat. Tapi aku punya harapan, di masa depan nanti aku akan bertemu kamu dalam nyata.
Ijinkan semua tentangmu aku simpan di dalam kotak ajaib, lalu kotak itu aku letakkan di hati. Terimakasih Mawaddah Faliha Lubis.



Jika aku adalah mentari, aku berharap  kau adalah embun
Embun dan mentari tak pernah berpisah
Embun dan mentari selalu bersama
Embun dan mentari memberi awal
Karena kau tak dapat disyairkn seperti puisi
Tak dapat digambarkan seperti lukisan
Dan tak dapat dinyanyikan seperti melodi
Tak perlu kau tunjukkan, biarkan kita diam dalam tahu 


Catatan : De, sebenarnya aku masih janggal dengan alasanmu untuk menjauh dariku. Jika curigaku ini benar dan kamu siap untuk bercerita, telpon,mention twitku atau wall fbku ya!

Selasa, 22 Januari 2013

Pembangunan dan Perkembangan Manusia


              Dewasa ini perkembangan pembangunan di Jogja sangatlah pesat. Bukan saja di daerah pusat kota, tapi juga sudah merambah ke daerah pinggiran. Misalnya saja di sepanjang Jalan Parangtritis. Sepuluh tahun belakangan ini, banyak bangunan berdiri. Dulu tanah yang ditanami padi, sekarang beralih menjadi rumah dan gedung. Nampaknya Jogja mulai bergeliat.

                Tahun 1997, usia saya 5 tahun. Masih ingat dibenak saya, setiap sore di samping rumah eyang (di daerah Jalan Parangtritis) pasti ramai dengan anak seusia saya. Kalau tidak bermain lompat tali, gundu, gobak sodor atau petak umpet, kami bermain jamuran. Di tanah lapang yang tidak begitu lebar, senyum anak-anak kecil mengembang. Namun pemandangan seperti itu sekarang sudah jarang saya jumpai. Anak-anak lebih senang di dalam rumah, duduk dan menghadap layar.

muhamadrezapahlevi.blogspot.com
                Banyaknya lahan yang beralih menjadi bangunan membuat anak-anak kehilangan tempat bermain. Ruang gerak anak menjadi terbatas. Selain itu, berpengaruh dengan pola sosialisasi anak. Selain dari dampak teknologi seperti laptop, handphone, video game dan ipad, berkurangnya lahan juga berperan. Memang sekarang ini ada tempat yang sengaja dibuat untuk bermain anak. Tapi tempat ini terkadang tidak bisa dinikmati karena terkendala biaya. 

                Pada usia anak, seorang manusia membutuhkan tempat untuk berkembang secara fisik. Anak yang bergerak dengan leluasa tentu berbeda dengan anak yang hanya bermain dengan elektronik. Perkembangan fisik manusia pada usia anak cepat sekali berubah. 

                Selain perkembangan fisik, juga berkembang kemampuan sosial. Kemampuan sosial akan berkembang baik jika ada proses sosialisasi yang baik pula. Interaksi dengan teman sebaya diperlukan. Dengan teman sebaya bisa mengembangkan kemampuan komunikasi bahkan sampai bermain peran sosial.

                Pembangunan yang tidak memperhatikan adanya ruang terbuka juga mempengaruhi perkembangan masa remaja. Masa remaja mempunyai energi besar. Kita perhatikan, remaja di kota-kota besar sering tawuran. Hal ini kemungkinan energi yang besar tersebut tidak tersalurkan. Energi yang besar pada remaja, bisa disalurkan dengan olahraga atau aktivitas fisik. Namun karena kurangnya lahan sebagai sarana aktivitas fisik, maka energi tersebut beralih pada kegiatan yang negatif. 

Pembangunan sudah selayaknya juga memperhatikan dampak perkembangan manusia. Manusia tumbuh dengan adanya interaksi dengan lingkungan. Perkembangan fisik juga berkaitan dengan gerak. Adanya ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk bermain atau aktifitas fisik dirasa perlu. Pembangunan di Jogja pun demikian. Selain mempertimbangkan aspek ekonomi dan keuntungan lainnya, juga perlu diperhatikan dampak sosialnya. Tata ruang yang arif dengan mempertimbangkan segala aspek, sangat dibutuhkan untuk Jogja yang sedang berkembang. Agar masyarakatnya dapat berkembang sebagai manusia, Jogja juga bisa menjadi kota yang berkembang.

Minggu, 23 September 2012

SURAT KOSONG

Untuk kamu,

Aku tunggu hari ini hingga pukul tujuh
Kamu datang atau berlalu

-Ruang Tamu LPM Ekspresi, 23 September 2012-

Jumat, 21 September 2012

Dibalik layar KKN-PPL

Ini foto bareng Pak Arif, guru pembimbingku. Gokil  banget beliau ini. Selain itu beliau adalah sosok yang cerdas untuk seorang guru. Kemampuan akan olahraganya tidak diragukan lagi. Selain itu pengetahuan dengan selain olahraga, juga keren. Beliau sosok yang narsis, karena sering memamerkan kemampuannya. Guru yang supel, ketika pertama kali aku kenal. Beruntung aku mendapatkan pembimbing seperti dia, oragnya sabar sih. Ada dua pernyataan dari Pak Arif yang aku suka, yaitu:
1. Jika kamu bersikap lemah terhadap dunia, maka dunia akan keras dengan kamu. Jika kamu bersikap keras kepada dunia, dunia akan lebih keras padamu.
2. Hidup itu sudah sulit, jadi tidak usah dipersulit lagi.



Foto selanjutnya diunggah nanti ya. Ada tugas kenegaraan nih.